Sejarah Desa

Desa Sukonolo, yang terletak di Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, memiliki sejarah yang kaya dan menarik. Asal usul desa ini penuh dengan cerita yang mencerminkan semangat dan dedikasi masyarakatnya dalam membangun permukiman dari lahan yang dulunya merupakan hutan belantara. Pada awalnya, wilayah yang kini dikenal sebagai Desa Sukonolo adalah hutan belantara yang lebat dan tidak berpenghuni. Keadaan ini berubah ketika seorang ulama bernama Mbah Rodho datang ke daerah tersebut. Mbah Rodho, seorang tokoh agama yang dikenal karena kesalehannya, memutuskan untuk menetap dan membuka lahan di hutan itu. Mbah Rodho memulai proses pembukaan lahan, atau yang dikenal dalam bahasa Jawa sebagai "babat alas." Dalam tradisi Jawa, babat alas adalah proses yang berat dan memerlukan keberanian serta kekuatan spiritual. Mbah Rodho, dengan keyakinan dan keteguhan hati, memulai tugas mulia ini. Setiap hari, saat melakukan babat alas, Mbah Rodho senantiasa membaca tasbih dan menyebut "Subhanallah, Subhanallah, Subhanallah" berulang kali. Dzikir ini menjadi bagian penting dari rutinitas hariannya, menggambarkan rasa syukur dan pengagungan kepada Tuhan.

Pada zaman itu, masyarakat sekitar yang tinggal di daerah terdekat belum mengenal kata "Subhanallah." Mereka sering mendengar Mbah Rodho mengucapkan dzikir tersebut, tetapi tidak memahami maknanya. Lama kelamaan, mereka mulai mengasosiasikan bunyi yang diucapkan oleh Mbah Rodho dengan nama tempat tersebut. Kata "Subhanallah" yang sering diucapkan oleh Mbah Rodho mengalami perubahan fonetik dan menjadi "Sukonolo," seiring berjalannya waktu dan adaptasi bahasa oleh penduduk setempat. Dengan dibukanya lahan oleh Mbah Rodho, masyarakat mulai berdatangan dan menetap di wilayah tersebut. Mereka membangun rumah, membuka lahan pertanian, dan membentuk komunitas yang terus berkembang. Kepemimpinan spiritual Mbah Rodho menjadi panutan bagi masyarakat dalam membangun kehidupan yang harmonis dan religius.

Pembangunan infrastruktur desa pun mulai dilakukan. Warga bersama-sama membangun fasilitas umum seperti tempat ibadah, sekolah, dan pasar desa. Semangat gotong royong dan kebersamaan menjadi landasan utama dalam setiap kegiatan pembangunan desa. Pada masa kolonial Belanda, Desa Sukonolo mengalami beberapa perubahan signifikan dengan diperkenalkannya komoditas pertanian baru seperti tebu dan kopi. Pembangunan infrastruktur jalan oleh pemerintah kolonial juga meningkatkan aksesibilitas desa ke daerah lain di Kabupaten Malang. Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, Desa Sukonolo terus berkembang. Pemerintah desa dan masyarakat bekerja sama membangun berbagai fasilitas untuk meningkatkan kualitas hidup warga. Program-program pemerintah yang fokus pada pembangunan pedesaan turut membantu percepatan perkembangan desa.